Di sekitar stasiun, terminal dan mal-mal di Jakarta khususnya, Anda akan banyak menemui para ojek online berjejer. Hal ini membuat angkot keberadaannya semakin ditinggalkan. Akankah Angkot akan bertahan?

Setara.net – Transportasi umum di Indonesia dan khususnya di kota-kota besar sangat banyak. Misalnya di ibukota Jakarta, mulai dari metromini, angkutan kota (angkot), TransJakarta, bajaj, taksi dan lain sebagainya. Dulu, sebelum merebak dengan adanya transportasi berbasis online, angkutan tadi sangat ramai.

Ketika ojek online seperti Go-Jek, Grab, dan Uber hadir, angkutan umum di Jakarta bisa dibilang adalah angkutan yang paling banyak digunakan, selain tentu saja kendaraan pribadi. Namun semenjak adanya angkutan berbasis online, masyarakat sangat diuntungkan dengan banyaknya pilihan.

Kini masyarakat bisa memilih transportasi umum konvensional dan tentunya ojek berbasis online. Dengan hadirnya angkutan online, maka tentu saja persaingan semakin seru. Hal ini yang diuntungkan adalah masyarakat sebagai pengguna tentunya.

Angkutan kota di Jabodetabek

Dalam data yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan – Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, di Jabodetabek angkutan kota (mikrolet) pada tahun 2015 mencapai 24 ribu unit. Kala itu, transportasi berbasis online sedang booming. Dengan unit sebanyak itu, Kota Depok menjadi kota yang paling banyak angkotnya. Di Kota Depok angkot (mikrolet) mencapai 4,2 ribu unit angkot.

Kota yang paling banyak angkotnya nomor dua adalah Kota Bekasi. Di kota ini, terdapat angkot sebanyak 4 ribu unit angkot. Hanya beda tipis, 200an unit saja. Selanjutnya di Kabupaten Tangerang menempati posisi ke tiga, yaitu sebanyak 3,7 ribu unit angkot. Lalu di Kota Bogor 3,4 ribu unit. DKI Jakarta sebanyak 2,9 ribu unit angkot.

Jumlah Angkutan Umum (Mikrolet) di Jabodetabek
Jumlah Angkutan Umum (Mikrolet) di Jabodetabek | Setara.net

Angkot yang kian tergerus

Data dari Kementerian Perhubungan – Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, tersebut diambil tahun 2015. Kemungkinan di tahun 2016 dan tahun ini, jumlah unit angkot di Jabodetabek berkurang. Hal ini mengacu pada banyaknya pengguna angkutan umum yang beralih ke jasa angkutan online. Bahkan di jalanan, misalnya pada ojek online, seperti Grab, Gojek dan Uber jumlahnya sangat banyak.

Di sekitar stasiun, terminal dan mal-mal di Jakarta khususnya, Anda akan banyak menemui para ojek online berjejer. Hal ini membuat angkot keberadaannya semakin ditinggalkan.

Fasilitas, keamanan dan harga

Masyarakat sekarang dihadapkan dengan pilihan yang menguntungkan. Jika anda ingin cepat sampai, dan harganya relatif murah, maka Anda bisa naik ojek online. Jika jarak yang agak jauh, Anda bisa naik taksi online. Di posisi ini, taksi konvensional semakin ditinggalkan oleh penggunanya. Mereka lebih memilih atau beralih ke taksi online. Alasannya banyak, harga murah, nyaman dan aman.

Dengan begitu, pengguna wajar jika beralih ke taksi atau ojek online. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa menggunakan ojek atau taksi online akan aman seratus persen. Setidaknya driver dari online jelas dari nama, alamat dan segalanya.

Jika kita menilik angkutan kota misalnya, beberapa waktu lalu terjadi pelecehan seksual di angkot, terutama korbannya adalah perempuan. Belum lagi, kemarin ada penyenderaan seorang perempuan dengan anak bayinya di angkot, membuat masyarakat semakin meninggalkan jasa angkutan kota.

Angkutan umum konvensional apakah akan bertahan?

Jika harga, keamanan, fasilitas dan lainnya masih seperti sekarang, rasanya lama-kelamaan akan tergerus dan ditinggalkan oleh masyarakat. Tapi, belum tentu semudah itu, karena sampai sekarang masih banyak juga yang menggunakan angkutan umum konvensional. Layak kita tunggu, gebrakan apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mengatasi polemik ini. Tidak mau juga kan, terjadi kekacauan atau bentrokan antara sopir akngkutan konvensional dengan online seperti beberapa waktu lalu?

Laporan Khusus:

Robit Mikrojul Huda