Setara.net – Layanan jasa transportasi publik semakin tahun semakin berubah, termasuk di Jakarta. Dulu, jika ingin menggunakan transportasi publik, maka kita harus menunggu di halte, terminal maupun stasiun. Akan tetapi belakangan, kondisi itu sudah berubah total. Kini jika ingin menggunakan jasa antar-mengantar kita tidak harus susah payah menunggu di pinggir jalan ataupun stasiun. Dengan gawai (handpone) kita bisa melakukan jasa tersebut. Kita bisa melakukan dimana saja, dari rumah, kantor dan lainnya.

Semua itu berkat teknologi. Kemajuan teknologi di abad 21 sangat cepat. Hampir semua menggunakan teknologi. Aktivitas sehari-hari dilakukan dengan bantuan teknologi. Hari ini, kita tidak bisa lepas dengan yang dinamakan teknologi.

Dengan adanya teknologi yang semakin maju, maka (tahun 2007) Garret Camp dan Travis Kalanick, memiliki ide dan mereka mendirikan startup (perusahaan rintisan) yang bernama Uber. Uber adalah perusahaan yang menghubungkan pengemudi dan pengendara melalui sebuah aplikasi yang bisa diunduh di telepon genggam.

Uber terus berkembang dan mendapatkan sambutan yang positif di masyarakat. Saat ini, perusahaan tersebut telah mendapatkan pendanaan sebesar USD 2,7 Miliar (32 triliun).

***

Di Indonesia sendiri tepatnya di Jakarta, seorang pemuda bernama Nadiem Makarim pada tahun 2010 telah memodifikasi dan membuat perusahaan bernama Go-jek. Ia hampir sama dengan Uber, akan tetapi pada awal berdiri, perusahaan ini hanya memberikan satu layanan saja, berupa ojek.

Cara kerja Go-jek hampir sama dengan Uber. Ia menghubungkan pengguna dengan pengemudi (ojek online). Dalam perjalanannya, Go-jek menjadi primadona baru dalam hal layanan ojek. Aplikasi Go-jek telah diunduh lebih dari 10 juta pengguna dan lebih dari 200 ribu mitra pegemudi bergabung di perusahaan ini. Data itu tersebar di kota Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, Yogyakarta dan Palembang.

Dengan kesuksesan startup ini, jika menilik di awal perjalanannya banyak mendapat kontroversi. Ia membuat adanya kecemburuan sosial terhadap ojek pangkalan (ojek konvensional).  Pro dan kontra terhadap Go-jek semakin hari ramai diperbincangkan di berbagai media massa cetak maupun media daring. Bahkan dalam awal-awal operasinya, di media daring (online) hampir setiap hari selalu ada berita tentang Go-jek.

Gojek

Go-jek lahir, dan melakukan promosi besar-besaran.

Dalam perusahaan teknologi, adalah hal lumrah dalam hal “membakar uang”. Membakar uang disini adalah mengadakan promosi secara terus-menerus. Membuat iklan di internet secara kreatif, dan tentunya memberikan promo terhadap penggunanya.

Go-jek dalam hal ini, bisa mendobrak pakem terhadap apa yang dinamakan dengan ojek. Dulu orang di Jakarta, menggunakan ojek hanya di waktu dan tempat tertentu. Misalkan dari stasiun ataupun terminal. Dan stigma ojek di Jakarta adalah sedikit “negatif”. Tukang ojek sering “semena-mena” terhadap pelanggannya. Ia mematok harga yang tak kira-kira. Ojek, seperti kita ketahui; mahal.

Gojek menghapus stigma negatif tersebut. Bisa dikatakan ojek online telah membalik stigma dari negatif ke positif. Kita bisa tahu tarif di awal sebelum kita menggunakan jasanya. Harga dihitung dari jarak tempuh. Dan tidak bisa memainkan harga seperti ojek pangkalan. Lalu kita juga memesan ojek kapanpun, dan tidak perlu lama menunggu. Cepat, nyaman dan bisa digunakan kapan saja, membuat Go-jek terus berkembang. Sebagian besar kunci kesuksesan perusahaan ini adalah tentang harga murah dan kita bisa mengetahui harga yang dikenakan di awal dan tentunya mudah, nyaman dan armadanya banyak.

Dengan tarif harga yang jauh lebih murah dibanding ojek pangkalan – yang sebenarnya disubsidi oleh perusahaan (dibantu atau ditalangi) –  maka pengguna layanan ini sangat banyak dan akan terus bertambah.

Strategi perusahaan itulah yang membuat penggunanya ketagihan menggunakan ojek berbasis online ini. Perusahaan dalam hal ini memberikan promosi besar-besaran, dan menggunakan sistem referal. Strategi referal inilah, salah satu bagian yang paling ampuh untuk menarik banyak orang agar mengunduh aplikasi Gojek. Otomatis orang akan menggunakan layanan ini. Sekali merefrensikan dengan sebuah kode akun kita, kita akan mendapatkan Rp. 30.000,- di akun Gojek-Credit. Maka misalkan kita mereferensikan sepuluh orang, hitung-hitungan sederhananya kita bisa naik ojek gratis sebanyak lebih dari 10 kali. Jika setiap naik rata-rata tarifnya 20-25 ribu. Sangat menggiurkan.

Hal ini yang membuat Go-jek semakin mendapatkan tempat bagi warga Jakarta. Kemana-mana tinggal buka gawainya, dengan beberapa klik, tukang ojek akan datang di depan rumah anda.

Layanan Go-jek

Go-jek menyediakan banyak sekali layanan jasanya terhadap para pengguna. Pantauan terakhir dari Setara.net, Go-jek saat ini memiliki beberapa macam layanan. Ia memiliki empat belas layanan. Diantaranya adalah Go-ride, Go-car, Go-food, Go-send, Go-mart, Go-box, Go-massage, Go-clean, Go-glam, Go-Tix, Go-busway, Go-pay, Go-med dan yang paling baru adalah Go-auto.

Menjadi Contoh Startup Indonesia

Dengan terus berkembangnya Go-Jek di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Maka, para startup di Indonesia semakin giat mengembangkan usahanya. Apakah startup-startup di Indonesia akan sebesar dan sukses seperti Go-Jek? Menarik untuk disimak.

Laporan : 2. Mereka yang Menghabiskan Waktu di Jalan.

Robit Mikrojul Huda